Selasa, 22 Mei 2018

Kasus Bullying yang terjadi di Indonesia

Kasus Bullying yang terjadi di Indonesia
Perkembangan dunia dalam bidang teknologi informasi (IT) pada era globalisasi ini berkembang  sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan internet dari semua kalangan, dari anak-anak, pelajar, mahasiswa, pekerja, dan lain sebagainya.  Internet merupakan media teknologi yang sangat mudah dan cepat diakses oleh semua orang untuk mencari segala informasi yang diinginkan. Tidak sedikit orang yang melakukan tindak kejahatan yang tidak memikirkan dampak positif atau negatif yang ditimbulkan dari hal yang kita lakukan baik untuk diri sendiri atau orang lain.
Peran remaja yang tidak bisa lepas dari internet, utamanya sosial media. Sifat remaja masih labil yang berbeda dengan orang dewasa yang bersifat stabil, dimana pada umumnya sudah bisa menyaring hal-hal yang baik dan buruk dari internet. Para remaja belum mampu memilah dan memilih aktivitas yang bermanfaat atau bahkan dapat merugikan dirinya, mereka lebih cenderung mudah terpengaruh oleh llingkungan sekitar tanpa mempertimbangkan dulu efek positif atau negatif yang akan diterima dari aktivitas di sosial media tersebut.
Salah satu kejahatan yang terjadi yaitu kasus cyberbullying. Menurut ayuningsih (2013), perilaku cyberbullying di Indonesia sebenarnya masih baru seiring dengan perkembangan teknologi informasi berbasis iternet. Kasus ini memang tidak bisa dianggap remeh begitu saja. Aksi mempermalukan dan mengolok-olok orang lain baik dinuia nyata atau dunia maya dapat berakibat fatal bagi korbannya. Hal tersebut dapat memberikan dampak negatif yaitu dapat menyerang psikis, rasa malu dan tertekan hingga depresi. Mengenai kasus bullying yang terjadi di Indonesia salah satu contoh kasusnya yang dialami anak remaja bernama Sonya Depari, siswi asal Medan yang di bully habis-habisan di media sosial, dimana adanya video dirinya yang berdebat dengan polwan dan megaku anak jendral BNN Arman Depari yang tersebar luas di internet.
Sonya depari bisa dibilang menjadi korban cyberbullying. Dilihat dari sikapnya yang tidak sopan, ada pihak netizen yang melihat kejadian itu kurang senang dengan tindakan sonya dan menanggapi dengan pem-bully-an yang berlebihan, seharusnya tidak di bully yang berlebihan baik didunia maya atau dunia nyata. Korban jadi terganggu dalam kehidupan sehari-harinya karena kasus cyberbullying ini. Akibatnya, Korban jadi enggan ke sekolah, merasa dipermalukan, dikucilkan, mengurung diri hingga terjadi depresi.
            Cyberbullying dalam dunia maya berpengaruh besar pada kehidupan remaja, yang enggan memberitahu orang tua mereka mengenai insiden online yang menimpa mereka dikarenakan mereka tidak mau orang tuanya membatasi kegiatan online mereka. Tindakan cyberbullying tidak mengenal jenis kelamin, siapapun dapat menjadi korban pembulian baik perempuan dan laki-laki.
Data pembullyan UK National Survey 2014 menunjukkan, 91 % dari  orang yang melaporkan cyberbullying mengatakan bahwa mereka tidak mengambil tindakan apapun atas apa yang mereka alami. Ini dapat membuat korban menjadi merasa tidak dipercaya, rentan dan menyalahkan diri sendiri.
Pasal 29 UU ITE dinilai telah memuat ketentuan tentang pengiriman pesan elektronik berisi ”ancaman” atau upaya ”menakut-nakuti”. Yakni Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal itu adalah Hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3). Aksi merusak atau merundung di dunia maya (cyber bullying) ini akan di sisipkan di Pasal 29 tersebut.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Pidana "Cyber Bullying" di Revisi UU ITE Dinilai sebagai Ancaman Kebebasan Berekspresi".

0 komentar:

Posting Komentar