Perkembangan dunia
dalam bidang teknologi informasi (IT) pada era globalisasi ini berkembang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari
penggunaan internet dari semua
kalangan, dari anak-anak, pelajar, mahasiswa, pekerja, dan lain
sebagainya. Internet merupakan media teknologi yang sangat mudah dan cepat
diakses oleh semua orang untuk mencari segala informasi yang diinginkan. Tidak
sedikit orang yang melakukan tindak kejahatan yang tidak memikirkan dampak positif atau negatif yang ditimbulkan dari hal yang kita lakukan baik untuk diri
sendiri atau orang lain.
Peran remaja yang tidak
bisa lepas dari internet, utamanya
sosial media. Sifat remaja masih labil
yang berbeda dengan orang dewasa yang bersifat stabil, dimana pada umumnya sudah bisa menyaring hal-hal yang baik
dan buruk dari internet. Para remaja
belum mampu memilah dan memilih aktivitas yang bermanfaat atau bahkan dapat
merugikan dirinya, mereka lebih cenderung mudah terpengaruh oleh llingkungan
sekitar tanpa mempertimbangkan dulu efek positif
atau negatif yang akan diterima dari
aktivitas di sosial media tersebut.
Salah satu kejahatan
yang terjadi yaitu kasus cyberbullying.
Menurut ayuningsih (2013), perilaku cyberbullying
di Indonesia sebenarnya masih baru seiring dengan perkembangan teknologi
informasi berbasis iternet. Kasus ini memang tidak bisa dianggap remeh begitu
saja. Aksi mempermalukan dan mengolok-olok orang lain baik dinuia nyata atau
dunia maya dapat berakibat fatal bagi korbannya. Hal tersebut dapat memberikan
dampak negatif yaitu dapat menyerang psikis, rasa malu dan tertekan hingga
depresi. Mengenai kasus bullying yang
terjadi di Indonesia salah satu contoh kasusnya yang dialami anak remaja
bernama Sonya Depari, siswi asal Medan yang di bully habis-habisan di media sosial, dimana adanya video dirinya
yang berdebat dengan polwan dan megaku anak jendral BNN Arman Depari yang
tersebar luas di internet.
Sonya depari bisa
dibilang menjadi korban cyberbullying.
Dilihat dari sikapnya yang tidak sopan, ada pihak netizen yang melihat kejadian
itu kurang senang dengan tindakan sonya dan menanggapi dengan pem-bully-an yang berlebihan, seharusnya
tidak di bully yang berlebihan baik
didunia maya atau dunia nyata. Korban jadi terganggu dalam kehidupan
sehari-harinya karena kasus cyberbullying
ini. Akibatnya, Korban jadi enggan ke sekolah, merasa dipermalukan, dikucilkan,
mengurung diri hingga terjadi depresi.
Cyberbullying
dalam dunia maya berpengaruh besar pada kehidupan remaja, yang enggan
memberitahu orang tua mereka mengenai insiden online yang menimpa mereka dikarenakan mereka tidak mau orang
tuanya membatasi kegiatan online
mereka. Tindakan cyberbullying tidak
mengenal jenis kelamin, siapapun dapat menjadi korban pembulian baik perempuan
dan laki-laki.
Data pembullyan UK National Survey 2014
menunjukkan, 91 % dari orang yang
melaporkan cyberbullying mengatakan
bahwa mereka tidak mengambil tindakan apapun atas apa yang mereka alami. Ini
dapat membuat korban menjadi merasa tidak dipercaya, rentan dan menyalahkan
diri sendiri.
Pasal 29 UU ITE dinilai telah memuat
ketentuan tentang pengiriman pesan elektronik berisi ”ancaman” atau upaya
”menakut-nakuti”. Yakni Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Ancaman hukuman atas
pelanggaran pasal itu adalah Hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3). Aksi
merusak atau merundung di dunia maya (cyber
bullying) ini akan di sisipkan di
Pasal 29 tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pidana "Cyber Bullying" di Revisi UU ITE Dinilai sebagai Ancaman Kebebasan Berekspresi".
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pidana "Cyber Bullying" di Revisi UU ITE Dinilai sebagai Ancaman Kebebasan Berekspresi".
0 komentar:
Posting Komentar